Pada saat ini,Pancasila sebagai dasar negara Indonesia sudah semakin tergeser dari fungsi dan kedudukannya dalam era demokrasi ini. Paham ini sebelumnya sudah dianut oleh Amerika yang notabene adalah sebuah Negara adidaya dan bukan lagi termasuk negara berkembang, pun di Amerika sendiri yang sudah berabad- abad menganut demokrasi masih dalam proses demokratisasi. Artinya sistem demokrasi Amerika serikat sedang dalam proses dan masih memakan waktu yang cukup lama untuk menjadi Negara yang benar- benar demokratis. Namun jika dibandingkan Indonesia, demokratisasi di Amerika sudah lebih menghasilkan banyak kemajuan bagi negaranya.
Sebuah sila dari Pancasila yang hampir tidak diterapkan lagi dalam demokratisasi di Indonesia adalah sila ke-4 yang berbunyi ” Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan/dalam permusyawaratan perwakilan”. Hal ini terlihat jelas pada pelaksaan pemilu yang berbeda jauh dari pelaksanaan pemilu pada saat Orde Baru. Pemilu saat ini, baik pemilihan Caleg,Bupati,Gubernur,bahkan sampai tingkatan Presiden semua warga negara Indonesia diberi hak sepenuhanya untuk ikut memilih. Padahal dalam sila ke-4 Pancasila jelas- jelas disebutkan bahwa Kerakyatan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Artinya yaitu :
1. Kerakyatan disini adalah rakyat Indonesia itu sendiri,
2. Hikmat kebijaksanaan adalah sebuah lembaga perwakilan kerakyatan (dalam hal ini DPD,DPRD, DPR) yang mempunyai kewenangan dan kebijaksanaan,dan berperan sebagai wakil rakyat pada saat pemilu bupati,gubernur dan presiden.
3. sedangkan permusyawaratan perwakilan adalah sebuah musyawarah (dalam hal ini adalah pemilihan caleg,bupati,hingga presiden) yang hendaknya dalam proses itu rakyat diwakilkan oleh lembaga yang lebih mempunyai kebijaksanaan (DPRD,DPDatauDPR).
Namun, dalam kenyataannya,pelaksanaan pemilu (permusyawaratan perwakilan) dalam pelaksaan demokrasi di Indonesia ini, semua rakyat ikut serta dalam pemilihan tersebut. Hal ini ada baiknya, ada buruknya pula. Baiknya yaitu kita bisa belajar menghargai pendapat orang lain. Namun buruknya adalah yang menjadi pemenang bukan dilihat dari kualitas, tetapi menang karena kuantitas. Hal ini disebabkan karena pemilih kebanyakan adalah rakyat biasa, dan jika dilihat dari rata- rata pendidikan di Indonesia yang mencapai pendidikan tingkat menengah saja kurang dari 30% dari total seluruh penduduk Indonesia, dan mereka yang ikut memilih belum tentu mengerti dan paham kinerja dan prestasi calon yang akan ditarungkan pada pemilu tersebut.
Karena hal inilah mengapa dalam Pancasila (sila ke-4) sudah diatur bahwa yang berhak memilih hanyalah wakil- wakil rakyat yang mempunyai kebijakan (DPD,DPRD,DPR), pendidikan dan pemahaman tentang calon- calon yang akan dipilih yang lebih tinggi dan luas dari kebanyakan rakyat di Indonesia,para wakil-wakil rakyat tentunya akan memilih calon berdasarkan kualitas dan berusaha memilih yang terbaik untuk rakyatnya. Bayangkan jika misal lebih dari 80% penduduk Indonesia yang berpendidikan rendah dan belum paham betul siapa dan bagaimana karakteristik calon yang akan dipilih, mereka semua diberi hak untuk memilih, tentu saja mereka tidak akan memilih berdasarkan kualitas,mereka akan memilih karena ajakan teman atau tetangga, memilih calon yang telah mengadakan kampanye di daerahnya dan membagi- bagikan banyak uang agar dipilih. Hal ini sangat menyedihkan karena bisa saja jika sudah terpilih nanti,calon tadi tidak melaksanakan tugasnya dengan baik, malah bisa saja melakukan korupsi dan kejelekan- kejelekan lain yang bisa menjatuhkan namanya atau bahkan institusinya bahkan partai yang mengusungnya.
Memang dalam pemilihan caleg DPD,DPRD, dan DPR rakyat harus ikut memilih tetapi dalam pemilihan bupati,gubernur dan presiden,yang berhak memilih hanyalah wakil-wakil rakyat saja(sesuai dengan sila ke-4). Namun dalam pelaksanaannya, baik memilih bupati,gubernur, maupun presiden semua rakyat Indonesia saat ini diberi hak untuk memilih. Mungkin saja, Indonesia meniru sistem politik Amerika. Namun dalam hal ini Amerika sendiri sudah sejak berabad- abad yang lalu menerapkan demokrasi dan jelas bahwa demokrasi di Amerika sudah tertata rapih dibanding Indonesia.
Tidak usah kita bandingkan antara pemilu Amerika dan Indonesia. Kita sudah banyak melihat pemilihan bupati dan gubernur di berbagai daerah di Indonesia, hampir semuanya diwarnai kericuhan karena tidak terima calon bupati atau gubernurnya kalah dalam pemilu, para massa yang mendukung pasti akan mengadakan demonstasi, bahkan seringkali merusak kantor yang menangani perhitungan suara pemilu. Hal ini tidak akan terjadi apabila dalam pemilihan bupati atau gubernur diwakilkan oleh wakil rakyat saja (DPD dan DPRD,DPR jika pemilihan presiden)
Tidak hanya pemilu saat ini saja yang telah jauh dari pancasila. UUD 1945 yang diamandemen dengan seenaknya dan sudah berjalan beberapa kalipun termasuk dalam penyimpangan Pancasila.
Sebuah sila dari Pancasila yang hampir tidak diterapkan lagi dalam demokratisasi di Indonesia adalah sila ke-4 yang berbunyi ” Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan/dalam permusyawaratan perwakilan”. Hal ini terlihat jelas pada pelaksaan pemilu yang berbeda jauh dari pelaksanaan pemilu pada saat Orde Baru. Pemilu saat ini, baik pemilihan Caleg,Bupati,Gubernur,bahkan sampai tingkatan Presiden semua warga negara Indonesia diberi hak sepenuhanya untuk ikut memilih. Padahal dalam sila ke-4 Pancasila jelas- jelas disebutkan bahwa Kerakyatan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Artinya yaitu :
1. Kerakyatan disini adalah rakyat Indonesia itu sendiri,
2. Hikmat kebijaksanaan adalah sebuah lembaga perwakilan kerakyatan (dalam hal ini DPD,DPRD, DPR) yang mempunyai kewenangan dan kebijaksanaan,dan berperan sebagai wakil rakyat pada saat pemilu bupati,gubernur dan presiden.
3. sedangkan permusyawaratan perwakilan adalah sebuah musyawarah (dalam hal ini adalah pemilihan caleg,bupati,hingga presiden) yang hendaknya dalam proses itu rakyat diwakilkan oleh lembaga yang lebih mempunyai kebijaksanaan (DPRD,DPDatauDPR).
Namun, dalam kenyataannya,pelaksanaan pemilu (permusyawaratan perwakilan) dalam pelaksaan demokrasi di Indonesia ini, semua rakyat ikut serta dalam pemilihan tersebut. Hal ini ada baiknya, ada buruknya pula. Baiknya yaitu kita bisa belajar menghargai pendapat orang lain. Namun buruknya adalah yang menjadi pemenang bukan dilihat dari kualitas, tetapi menang karena kuantitas. Hal ini disebabkan karena pemilih kebanyakan adalah rakyat biasa, dan jika dilihat dari rata- rata pendidikan di Indonesia yang mencapai pendidikan tingkat menengah saja kurang dari 30% dari total seluruh penduduk Indonesia, dan mereka yang ikut memilih belum tentu mengerti dan paham kinerja dan prestasi calon yang akan ditarungkan pada pemilu tersebut.
Karena hal inilah mengapa dalam Pancasila (sila ke-4) sudah diatur bahwa yang berhak memilih hanyalah wakil- wakil rakyat yang mempunyai kebijakan (DPD,DPRD,DPR), pendidikan dan pemahaman tentang calon- calon yang akan dipilih yang lebih tinggi dan luas dari kebanyakan rakyat di Indonesia,para wakil-wakil rakyat tentunya akan memilih calon berdasarkan kualitas dan berusaha memilih yang terbaik untuk rakyatnya. Bayangkan jika misal lebih dari 80% penduduk Indonesia yang berpendidikan rendah dan belum paham betul siapa dan bagaimana karakteristik calon yang akan dipilih, mereka semua diberi hak untuk memilih, tentu saja mereka tidak akan memilih berdasarkan kualitas,mereka akan memilih karena ajakan teman atau tetangga, memilih calon yang telah mengadakan kampanye di daerahnya dan membagi- bagikan banyak uang agar dipilih. Hal ini sangat menyedihkan karena bisa saja jika sudah terpilih nanti,calon tadi tidak melaksanakan tugasnya dengan baik, malah bisa saja melakukan korupsi dan kejelekan- kejelekan lain yang bisa menjatuhkan namanya atau bahkan institusinya bahkan partai yang mengusungnya.
Memang dalam pemilihan caleg DPD,DPRD, dan DPR rakyat harus ikut memilih tetapi dalam pemilihan bupati,gubernur dan presiden,yang berhak memilih hanyalah wakil-wakil rakyat saja(sesuai dengan sila ke-4). Namun dalam pelaksanaannya, baik memilih bupati,gubernur, maupun presiden semua rakyat Indonesia saat ini diberi hak untuk memilih. Mungkin saja, Indonesia meniru sistem politik Amerika. Namun dalam hal ini Amerika sendiri sudah sejak berabad- abad yang lalu menerapkan demokrasi dan jelas bahwa demokrasi di Amerika sudah tertata rapih dibanding Indonesia.
Tidak usah kita bandingkan antara pemilu Amerika dan Indonesia. Kita sudah banyak melihat pemilihan bupati dan gubernur di berbagai daerah di Indonesia, hampir semuanya diwarnai kericuhan karena tidak terima calon bupati atau gubernurnya kalah dalam pemilu, para massa yang mendukung pasti akan mengadakan demonstasi, bahkan seringkali merusak kantor yang menangani perhitungan suara pemilu. Hal ini tidak akan terjadi apabila dalam pemilihan bupati atau gubernur diwakilkan oleh wakil rakyat saja (DPD dan DPRD,DPR jika pemilihan presiden)
Tidak hanya pemilu saat ini saja yang telah jauh dari pancasila. UUD 1945 yang diamandemen dengan seenaknya dan sudah berjalan beberapa kalipun termasuk dalam penyimpangan Pancasila.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar